TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI SAWAH
PENDAHULUAN
Salah satu tantangan dalam pembangunan pertanian adalah
adanya kecenderungan menurunnya produktivitas lahan. Disisi lain sumberdaya
alam terus menurun sehingga perlu diupayakan untuk tetap menjaga
kelestariannya. Demikian pula dalam usahatani padi, agar usahatani padi dapat
berkelanjutan, maka teknologi yang diterapkan harus memperhatikan faktor
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, sehingga agribisnis
padi dapat berlanjut.
Selama ini produksi padi nasional masih mengandalkan
sawah irigasi, namun ke depan bila hanya mengandalkan padi sawah irigasi akan
menghadapi banyak kendala. Hal tersebut disebabkan banyaknya lahan sawah
irigasi subur yang beralih fungsi ke penggunaan lahan non pertanian, tingginya
biaya pencetakan lahan sawah baru dan berkurangnya debit air. Dilain pihak lahan kering tersedia cukup luas
dan pemanfaatannya untuk pertanaman padi gogo belum optimal, sehingga ke depan
produksi padi gogo juga dapat dijadikan andalan produksi padi nasional.
Salah satu strategi dalam upaya pencapaian produktivitas
usahatani padi adalah penerapan inovasi teknologi yang sesuai dengan sumberdaya
pertanian di suatu tempat (spesifik lokasi). Teknologi usahatani padi spesifik
lokasi tersebut dirakit dengan menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman
Terpadu (PTT).
PTT padi merupakan suatu pendekatan inovatif dalam upaya
peningkatan efisiensi usahatani padi dengan menggabungkan komponen teknologi yang memiliki efek sinergistik. Artinya tiap komponen
teknologi tersebut saling menunjang dan memberikan pengaruh yang lebih baik
terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
SYARAT
TUMBUH
Pada lahan basah (sawah
irigasi), curah hujan bukan merupakan faktor pembatas tanaman padi,
tetapi pada lahan kering tanaman padi membutuhkan curah hujan yang optimum
>1.600 mm/tahun. Padi gogo memerlukan
bulan basah yang berurutan minimal 4 bulan. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah
hujan >200 mm dan tersebar secara normal atau setiap minggu ada turun hujan
sehingga tidak menyebabkan tanaman stress karena kekeringan. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan tanaman
padi berkisar antara 24-29oC.
Untuk padi gogo biasa ditanam pada lahan kering dataran
rendah, sedangkan pada areal yang lebih terjal dapat ditanami di antara tanaman
keras. Tanaman padi dapat tumbuh pada
berbagai tipe tanah. Reaksi tanah (pH)
optimum berkisar antara 5,5-7,5.
Permeabilitas pada sub horison kurang dari 0,5 cm/jam. Kriteria
kesesuaian lahan dan iklim untuk tanaman padi sawah dan padi gogo dapat dilihat
pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Selain agroekosistem, cara pengelolaan tanaman juga
mempengaruhi keberlanjutan agribisnis padi. Dengan menerapkan pengelolaan
tanaman terpadu (PTT) keberlanjutan agribisnis padi dapat diwujudkan. Saat ini
hampir seluruh teknologi budidaya tanaman menggunakan konsep PTT, termasuk
budidaya padi sawah dan padi gogo.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
A. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
Padi Sawah
Penerapan PTT
didasarkan pada empat prinsip, yaitu:
1. Terpadu :
PTT merupakan suatu pendekatan agar sumber daya tanaman, tanah dan air dapat dikelola dengan
sebaik-baiknya secara terpadu.
2. Sinergis: PTT memanfaatkan teknologi pertanian
terbaik, dengan memperhatikan keterkaitan yang saling mendukung antar komponen
teknologi.
3. Spesifik lokasi: PTT memperhatikan kesesuaian
teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial budaya
dan ekonomi petani setempat.
4. Partisipatif: berarti petani turut berperan serta
dalam memilih dan menguji teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat dan
kemampuan petani melalui proses pembelajaran dalam bentuk laboratorium lapangan.
Agar
komponen teknologi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan setempat, maka proses
perakitannya didasarkan pada hasil Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP). Dari
hasil KKP dapat diketahui masalah yang dihadapi petani dan cara–cara mengatasi
masalah tersebut dalam upaya meningkatkan produksi padi. Untuk memecahkan
masalah tersebut, PTT menyediakan beberapa pilihan komponen teknologi, yang
dibedakan menjadi komponen teknologi
dasar dan komponen teknologi pilihan.
Komponen teknologi dasar dalam PTT yaitu:
1.
Penggunaan varietas padi
unggul atau varietas padi berdaya hasil tinggi dan atau bernilai ekonomi
tinggi.
2.
Benih bermutu dan berlabel.
3.
Pemupukan berimbang berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah
(spesifik lokasi).
4.
Pengendalian hama dan
penyakit secara terpadu (PHT).
Komponen teknologi pilihan dalam
PTT yaitu :
1.
Penanaman bibit umur
muda dengan jumlah bibit terbatas yaitu antara 1-3 bibit per lubang.
2. Peningkatan populasi tanaman.
3. Penggunaan kompos bahan organik dan atau pupuk kandang sebagai pupuk dan
pembenah tanah.
4. Pengaturan pengairan dan pengeringan berselang,
5. Pengendalian gulma
6. Panen tepat waktu,
7. Perontokan gabah sesegera mungkin.
Varietas Unggul
Gunakan VUB (varietas unggul baru) yang mampu
beradaptasi dengan lingkungan untuk menjamin pertumbuhan tanaman yang baik,
hasil tinggi dan kualitas baik serta rasa nasi diterima pasar. Tanam VUB secara bergantian untuk memutus siklus hidup
hama dan penyakit. Saat ini telah tersedia berbagai
varietas unggul yang dapat dipilih sesuai dengan kondisi wilayah, mempunyai
produktivitas tinggi, dan sesuai permintaan konsumen.
Sebagai Contoh, varietas
unggul baru yang dapat dikembangkan di Provinsi Lampung antara lain
varietas Mekongga, Batang Piaman, Ciherang, Cigeulis, Ciliwung, Sarinah, dan
Bondoyudo.
|
Benih Bermutu
Benih bermutu adalah benih dengan daya tumbuh (vigor)
tinggi dan bersertifikat. Pemilihan
benih bermutu dilakukan dengan cara:
o
Merendam benih dalam
larutan garam dengan menggunakan indikator telur. Telur diletakkan didasar air dan masukkan
garam sampai telur mulai terangkat kepermukaan, kemudian telur diambil dan
benih dimasukkan ke dalam air garam, selanjutnya benih yang mengambang
dibuang.
Tabel 1. Varietas unggul padi sawah dan beberapa karakteristik penting
Varietas
|
Produktivitas
(ton/ha) GKG
|
Umur Tanaman
(hari)
|
Ketahanan
terhadap hama dan penyakit
|
Tekstur Nasi
|
IR-64
|
5,0-6,0
|
110-120
|
Tahan WCK biotipe 1, 2, agak tahan WCK biotipe 3
|
Pulen
|
Ciherang
|
6,0-8,5
|
116-125
|
Tahan WCK biotipe 2, agak tahan WCK biotipe 3, dan tahan HDB
|
Pulen
|
Ciliwung
|
5,0-6,0
|
117-125
|
Tahan WCK biotipe 1,2, WH, ganjur. Tahan Tungro dan HDB
|
Pulen
|
Mekongga
|
6,0-8,4
|
116-125
|
Agak tahan WCK biotipe 2, 3, Agak tahan HDB biotipe strain IV
|
Pulen
|
Sarinah
|
6,98-8,0
|
110-125
|
Agak tahan WCK biotipe 1, Agak peka biotipe 2, 3
|
Pulen
|
Cigeulis
|
5,0-8,0
|
115-125
|
Tahan WCK biotipe 2, 3, dan HDB strain IV
|
Pulen
|
Bondoyudo
|
6,0-8,4
|
110-120
|
Tahan WCK dan tungro
|
Pulen
|
Batang Piaman
|
6,0-7,6
|
97-120
|
Tahan terhadap penyakit blas daun dan blas leher malai
|
Pera
|
Keterangan : WCK =
Wereng Coklat; HDB = Hawar Daun Bakteri
o
Dapat juga dengan cara
membuat larutan garam dapur (30 gr garam dapur dalam 1 lt air) atau larutan
pupuk ZA (1 kg pupuk ZA dalam 2,7 lt
air), masukkan benih ke dalam larutan garam atau pupuk ZA (Volume larutan 2
kali volume benih), kemudian diaduk-aduk dan benih yang mengambang
dibuang.
Keuntungan menggunakan benih bermutu:
1.
Benih tumbuh cepat dan
serempak.
2.
Jika disemaikan akan
menghasilkan bibit yang tegar dan sehat.
3.
Pada saat ditanam
pindah, bibit tumbuh lebih cepat
4.
Jumlah tanaman optimum,
sehingga akan memberikan hasil yang tinggi.
Persemaian
Untuk keperluan penanaman seluas 1 ha, benih
yang dibutuhkan sebanyak ± 20 kg. Benih
bernas (yang tenggelam) dibilas dengan air bersih dan kemudian direndam dalam
air selama 24 jam. Selanjutnya diperam dalam karung selama 48 jam dan dijaga
kelembabannya dengan cara membasahi karung dengan air. Untuk benih hibrida
langsung direndam dalam air dan selanjutnya diperam. Luas persemaian sebaiknya
400 m2/ha (4% dari luas tanam).
Lebar bedengan pembibitan 1,0-1,2 m dan diberi campuran
pupuk kandang, serbuk kayu dan abu sebanyak 2 kg/m2. Penambahan ini
memudahkan pencabutan bibit padi sehingga kerusakan akar bisa dikurangi. Antar bedengan dibuat parit sedalam 25-30 cm.
Persiapan Lahan
Pengolahan tanah dapat
dilakukan secara sempurna (2 kali bajak dan 1 kali garu) atau, olah tanah
minimal atau tanpa olah tanah sesuai keperluan dan kondisi. Faktor yang menentukan adalah kemarau
panjang, pola tanam, jenis/tekstur tanah.
Dua minggu sebelum pengolahan tanah taburkan bahan organik secara merata
diatas hamparan sawah. Bahan organik yang digunakan dapat berupa pupuk kandang
sebanyak 2 ton/ha atau kompos jerami sebanyak 5 ton/ha.
Penanaman
Tanam bibit muda (<21 1-3="1-3" 14="14" 18="18" 1="1" 2="2" 3.="3." 3="3" 4="4" :=":" abel="abel" air.="air." akan="akan" anakan="anakan" atau="atau" banyak="banyak" baris="baris" benih="benih" berselang="berselang" berumur="berumur" bibit="bibit" cara="cara" cm="cm" daerah="daerah" dalam="dalam" dan="dan" dengan="dengan" dibanding="dibanding" dilakukan="dilakukan" disarankan="disarankan" ditanam="ditanam" endemis="endemis" gambar="gambar" gunakan="gunakan" hanya="hanya" hari="hari" hss="hss" hst="hst" jejer="jejer" jenuh="jenuh" karena="karena" keong="keong" kondisi="kondisi" kosong="kosong" lebih="lebih" legowo="legowo" mas="mas" menghasilkan="menghasilkan" muda="muda" nbsp="nbsp" o:p="o:p" pada="pada" penanaman="penanaman" penyulaman="penyulaman" populasi="populasi" produksinya="produksinya" rumpun.="rumpun." rumpun="rumpun" saat="saat" satu="satu" sebanyak="sebanyak" sebar="sebar" sebelum="sebelum" seling="seling" seperti="seperti" setelah="setelah" sistem="sistem" tanah="tanah" tanam="tanam" tanaman="tanaman" tegel="tegel" terlihat="terlihat" tinggi="tinggi" x10="x10" x12="x12" x="x">21>
Pengaturan jarak tanam dilakukan dengan caplak, dengan
lebar antar titik 20-25 cm. Setelah dilakukan caplak silang dan membentuk tegel
(20 X 20 cm atau 25 X 25 cm), pada setiap baris ke tiga dikosongkan dan calon
bibitnya ditanam pada barisan ganda yang akan membentuk jarak tanam dalam
barisan hanya 10 cm. Kekurangan bibit untuk baris berikutnya diambilkan bibit
dari persemaian.
Keuntungan cara tanam jejer legowo antara
lain :
o Rumpun tanaman yang berada pada bagian pinggir lebih
banyak.
o Terdapat ruang kosong untuk pengaturan air, saluran
pengumpulan keong mas atau untuk mina padi.
o Pengendalian hama, penyakit dan gulma lebih mudah.
o
Pada tahap awal areal
pertanaman lebih terang sehingga kurang disenangi tikus
o
Penggunaan
pupuk lebih berdaya guna.
Sistem tanam tegel Tegel (20 x 20
cm, 22 x 22 cm, 25 x 25 cm), maupun sistem tebar benih langsung, juga dapat
digunakan dalam pendekatan PTT.
Tabel 2. Populasi tanaman per hektar
pada berbagai jarak tanam
No
|
Cara Tanam
|
Populasi tanaman
tiap hektar
|
% terhadap
populasi model tegel
|
1
|
Tegel 20 x 20 cm
|
250.000
|
100
|
2
|
Tegel 22 x 22 cm
|
206.661
|
100
|
3
|
Tegel 25 x 25 cm
|
160.000
|
100
|
4
|
Legowo 2:1 (10 x
20 cm)
|
333.333
|
133
|
5
|
Legowo 3:1 (10 x
20 cm)
|
375.000
|
150
|
6
|
Legowo 4:1 (10 x
20 cm)
|
400.000
|
160
|
7
|
Legowo 2:1 (12,5
x 25 cm)
|
213.000
|
133
|
8
|
Legowo 3:1 (12,5
x 25 cm)
|
240.000
|
150
|
9
|
Legowo 4:1 (12,5
x 25 cm)
|
256.000
|
160
|
Pengairan Berselang
Pemberian air berselang (intermittent) adalah
pengaturan kondisi sawah dalam kondisi kering dan tergenang secara
bergantian. Tujuan pengairan berselang
adalah:
1.
Menghemat air irigasi
sehingga areal yang dapat diairi lebih luas
2.
Memberi kesempatan akar
tanaman memperoleh udara lebih banyak sehingga dapat berkembang lebih dalam.
Akar yang dalam dapat menyerap unsur hara dan air yang lebih banyak.
3.
Mencegah timbulnya
keracunan besi.
4.
Mencegah penimbunan asam
organik dan gas H2S yang menghambat perkembangan akar.
5.
Mengaktifkan jasad renik
(mikroba tanah) yang bermanfaat.
6.
Mengurangi kerebahan
7.
Mengurangi jumlah anakan
yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan gabah).
8.
Menyeragamkan pemasakan
gabah dan mempercepat waktu panen
9.
Memudahkan pembenaman
pupuk ke dalam tanah (lapisan olah)
10.
Memudahkan pengendalian
hama keong mas, mengurangi penyebaran hama wereng coklat dan penggerek batang
serta mengurangi kerusakan tanaman padi karena hama tikus.
Cara pemberian air yaitu saat tanaman berumur 3 hari,
petakan sawah diari dengan tinggi genangan 3 cm dan selama 2 hari berikutnya
tidak ada penambahan air. Pada hari ke-4 lahan sawah diari kembali dengan
tinggi genangan 3 cm. Cara ini dilakukan
terus sampai fase anakan maksimal. Mulai
fase pembentukan malai sampai pengisian biji,
petakan sawah digenangi terus. Sejak
10-15 hari sebelum panen sampai saat
panen tanah dikeringkan. Pada tanah berpasir dan cepat menyerap air,
waktu pergiliran pengairan harus diperpendek. Apabila ketersediaan air selama
satu musim tanam kurang mencukupi, pengairan bergilir dapat dilakukan dengan
selang 5 hari. Pada sawah-sawah yang
sulit dikeringkan (drainase jelek), pengairan berselang tidak perlu dipraktekan.
Pemupukan
Pemupukan berimbang, yaitu pemberian berbagai unsur hara
dalam bentuk pupuk untuk memenuhi kekurangan hara yang dibutuhkan tanaman
berdasarkan tingkat hasil yang ingin dicapai dan hara yang tersedia dalam
tanah. Untuk setiap ton gabah yang dihasilkan, tanaman padi membutuhkan hara N
sekitar 17,5 kg, P sebanyak 3 kg dan K sebanyak 17 kg. Dengan demikian jika kita ingin memperoleh
hasil gabah tinggi, sudah barang tentu diperlukan pupuk yang lebih banyak.
Namun demikian tingkat hasil yang ditetapkan juga memperhatikan daya dukung
lingkungan setempat dengan melihat produktivitas padi pada tahun-tahun
sebelumnya.
Agar efektif dan efisien, penggunaan pupuk disesuaikan
dengan kebutuhan tanaman dan
ketersediaan hara dalam tanah. Kebutuhan N tanaman dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat
kehijauan warna daun padi menggunakan Bagan
Warna Daun (BWD). Nilai pembacaan BWD digunakan untuk
mengoreksi dosis pupuk N yang telah ditetapkan sehingga menjadi lebih tepat
sesuai dengan kondisi tanaman.
Pemberian pupuk N awal diberikan pada umur
padi sebelum 14 HST ditentukan berdasarkan tingkat kesuburan tanah. Takaran pupuk dasar N untuk padi varietas
unggul baru sebanyak 50-75 kg urea/ha, sedangkan untuk padi tipe baru dengan
takaran 100 kg urea/ha
|
Pembacaan BWD hanya dilakukan menjelang
pemupukan kedua (tahap anakan aktif, 21-28 HST, hari setelah tanam) dan
pemupukan ketiga (tahap primordia, 35-40 HST). Khusus untuk padi hibrida dan
padi tipe baru, pembacaan BWD juga dilakukan pada saat tanaman dalam kondisi
keluar malai dan 10% berbunga.
Pembacaan BWD adalah sbb:
·
Apabila warna daun berada
pada skala 3 BWD, gunakan 75 kg urea/ha bila tingkat hasil 5 ton/ha GKG. Tambahkan 25 kg urea untuk kenaikan setiap
kenaikan 1 ton/ha
·
Apabila warna daun mendekati
skala 4 BWD, gunakan 50 kg urea/ha bila tingkat hasil 5 ton/ha GKG. Tambahkan 25 kg urea untuk kenaikan setiap
kenaikan 1 ton/ha.
·
Apabila warna daun pada skala
4 BWD atau mendekati skala 5 BWD tanaman tidak perlu dipupuk N bila tingkat
hasil 5-6 ton/ha GKG. Tambahkan 50 kg/ha
urea jika tingkat hasil di atas 6 ton/ha.
Selanjutnya gunakan Tabel 3 untuk menyesuaikan kebutuhan
pupuk N berdasar rata-rata tingkat hasil.
Tabel 3. Takaran urea susulan yang diperlukan bila warna daun di bawah
nilai kritis (<4 berdasar="berdasar" bwd="bwd" o:p="o:p" pengamatan="pengamatan" tetap="tetap">4>
Pembacaan BWD
|
Respon terhadap pupuk N
|
|||
Rendah
|
Sedang
|
Tinggi
|
Sangat tinggi
|
|
Rata-rata hasil (ton/ha GKG)
|
||||
≈5,0
|
≈6,0
|
≈7,0
|
≈8,0
|
|
Takaran Urea yang digunakan (kg/ha)
|
||||
BWD < 3
|
75
|
100
|
125
|
150
|
BWD 3,5
|
50
|
75
|
100
|
125
|
BWD > 4
|
0
|
0-50
|
50
|
50
|
Cara pemberian pupuk N dilakukan dengan cara disebar
merata di permukaan tanah. Pupuk Urea merupakan pupuk yang mudah larut dalam
air, sehingga pada saat pemupukan sebaiknya saluran pemasukan dan pengeluaran
air ditutup. Berdasarkan hasil penelitian, efisiensi pupuk N dapat ditingkatkan
dengan memasukan hara N ke dalam lapisan reduksi. Namun teknologi ini tidak mudah diterapkan petani.
Pemupukan P dan K disesuaikan dengan hasil
analisis status hara tanah dan kebutuhan tanaman. Status hara tanah sawah dapat ditentukan
langsung di lapangan dengan alat PUTS
(Perangkat Uji Tanah Sawah). Prinsip
kerja PUTS adalah mengukur hara P dan K tanah yang terdapat dalam bentuk
tersedia, secara semi kuantitatif dengan metode kolorimetri (pewarnaan). Pengukuran status P dan K tanah dikelompokkan
menjadi 3 kategori yaitu rendah (R), sedang (S) dan tinggi (T). Dari masing-masing kelas status P dan K tanah
sawah telah dibuatkan acuan pemupukan P (dalam bentuk SP-36) dan K (dalam
bentuk KCl) yang dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
|
Tabel 4. Acuan umum
pemupukan fosfor pada tanaman padi sawah
Kelas status hara P
tanah
|
Kadar hara
terekstrak
HCl 25% (mg P2O5/100g)
|
Dosis acuan
pemupukan
P (kg SP-36/ha)
|
Rendah
Sedang
Tinggi
|
<20 o:p="o:p">20>
|
20-40
>40
100
75
50
Tabel 5. Acuan umum
pemupukan kalium pada tanaman padi sawah
Kelas status hara K
tanah
|
Kadar hara
Terekstrak HCl 25%
(mg K2O/100g)
|
Dosis acuan
pemupukan
K (kg KCl/ha)
|
|
+ Jerami
|
- Jerami
|
||
Rendah
Sedang
Tinggi
|
<20 o:p="o:p">20>
|
10-20
>20
50
0
0
100
50
50
Pengendalian Gulma Secara Terpadu
Gulma dikendalikan dengan cara pengolahan
tanah sempurna, mengatur air dipetakan sawah, menggunakan benih padi
bersertifikat, hanya menggunakan kompos sisa tanaman dan kompos pupuk kandang,
dan menggunakan herbisida apabila infestasi gulma sudah tinggi.
Pengendalian gulma secara manual dengan
menggunakan kosrok (landak) sangat dianjurkan, karena cara ini sinergis dengan
pengelolaan lainnya. Pengendalian gulma
secara manual hanya efektif dilakukan apabila kondisi air di petakan sawah
macak-macak atau tanah jenuh air.
Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu
Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) merupakan
pendekatan pengendalian yang memperhitungkan faktor ekologi sehingga
pengendalian dilakukan agar tidak terlalu mengganggu keseimbangan alami dan
tidak menimbulkan kerugian besar. PHT
merupakan paduan berbagai cara pengendalian hama dan penyakit, diantaranya
melakukan monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman sehingga penggunaan
teknologi pengendalian dapat lebih tepat.
Hama yang sering menyerang tanaman padi sawah adalah :
a.Keong Mas
Waktu kritis untuk pengendalian keong mas adalah pada saat 10 HST pindah,
atau 21 HSS benih (semai basah). PHT
pada keong mas dilakukan sepanjang pertanaman dengan rincian sebagai berikut:
o
Pratanam: Ambil keong
mas dan musnahkan sebagai cara mekanis.
o
Persemaian: Ambil keong
mas dan musnahkan, sebar benih lebih banyak untuk sulaman dan bersihkan saluran
air dari tanaman air seperti kangkung.
o
Stadia vegetatif: Tanam
bibit yang agak tua (>21 hari) dan jumlah bibit lebih banyak, keringkan
sawah sampai 7 HST, tidak aplikasi herbisida sampai 7 HST, ambil keong mas dan
musnahkan, pasang saringan pada pemasukan air, umpan dengan menggunakan daun
talas dan pepaya, pasang ajir agar siput bertelur pada ajir, ambil dan
musnahkan telur siput pada tanaman dan aplikasikan pestisida anorganik dan
nabati seperti saponin dan rerak sebanyak 20-50 kg/ha sebelum tanam pada caren.
o
Stadia generatif dan
setelah panen: Ambil keong mas dan musnahkan, dan gembalakan itik setelah padi
panen
b.
Wereng Coklat
Wereng coklat menyukai pertanaman yang dipupuk nitrogen tinggi dengan jarak
tanam rapat. Ambang ekonomi hama ini
adalah 15 ekor per rumpun. Siklus hidupnya 21-33 hari. Cara pengendaliannya sbb:
o
Gunakan varietas tahan
wereng coklat, seperti: Ciherang, Kalimas, Bondoyudo, Sintanur, dan Batang Gadis.
o
Berikan pupuk K untuk
mengurangi kerusakan.
o
Monitor pertanaman
paling lambat 2 minggu sekali.
o
Bila populasi hama di bawah
ambang ekonomi gunakan insektisida botani atau jamur entomopatogenik (Metarhizium
annisopliae atau Beauveria bassiana).
o
Bila populasi hama di
atas ambang ekonomi gunakan insektisida kimiawi yang direkomendasi.
c.Penggerek batang
Stadia tanaman yang rentan terhadap serangan penggerek batang adalah dari
pembibitan sampai pembentukan malai.
Gejala kerusakan yang ditimbulkannya mengakibatkan anakan mati yang
disebut sundep pada tanaman stadia vegetatif,
dan beluk (malai hampa) pada tanaman stadia generatif. Siklus hidupnya 40-70 hari. Ambang ekonomi penggerek batang adalah 10%
anakan terserang; 4 kelompok telur per rumpun (pada fase bunting).
Bila populasi tinggi (di atas ambang ekonomi) aplikasikan insektisida. Bila
genangan air dangkal aplikasikan insektisida butiran seperti karbofuran dan
fipronil, dan bila genangan air tinggi aplikasikan insektisida cair seperti
dimehipo, bensultap, amitraz dan fipronil.
d.
Tikus
Pengendalian hama tikus terpadu
(PHTT) didasarkan pada pemahaman ekologi jenis tikus, dilakukan secara dini,
intensif dan terus menerus (berkelanjutan) dengan memanfaatkan teknologi
pengendalian yang sesuai dan tepat waktu.
Pengendalian tikus ditekankan pada awal musim tanam untuk menekan
populasi awal tikus sejak awal pertanaman sebelum tikus memasuki masa
reproduksi. Kegiatan tersebut meliputi
gropyok masal, sanitasi habitat, pemasangan TBS (Trap Barrier System)
dan LTBS (Linier Trap Barrier System).
Lakukan gropyokan masal dengan melibatkan semua anggota kelompok tani.
Gropyokan dapat berupa pembongkaran sarang tikus pada habitat utama seperti
sepanjang tanggul irigasi, pematang besar, tanggul jalan, dan batas sawah
dengan perkampungan. Pada daerah endemi
tikus, lindungi persemaian dengan memasang pagar plastik dan memasang dua bubu
perangkap untuk pesemaian berukuran 10 m x 10 m. Pada periode padi vegetatif, sanitasi gulma
pada habitat tikus, baik yang ada di hamparan sawah maupun disekitar sawah agar
tidak digunakan sebagai sarang tikus.
Bila populasi tikus masih tinggi, pasang LTBS di dekat habitat utama dan
dipindahkan setiap 5 hari, serta lakukan fumigasi sarang tikus. Pada periode padi generatif, lakukan fumigasi
asap belerang pada setiap sarang aktif tikus, sanitasi gulma pada habitat utama
dan pasang LTBS di dekat habitat utama secara periodik.
e.Walang sangit
Walang sangit merupakan hama yang umum merusak bulir padi pada fase
pemasakan. Fase pertumbuhan tanaman padi
yang rentan terhadap serangan walang sangit adalah dari keluarnya malai sampai
matang susu. Kerusakan yang ditimbulkannya
menyebabkan beras berubah warna dan mengapur, serta hampa.
Ambang ekonomi walang sangit adalah lebih dari 1 ekor walang sangit per dua
rumpun pada masa keluar malai sampai fase pembungaan. Cara pengendaliannya adalah:
o Kendalikan gulma di sawah dan di sekitar pertanaman.
o Pupuk lahan secara merata agar pertumbuhan tanaman seragam.
o Tangkap walang sangit dengan menggunakan jaring sebelum stadia pembungaan.
o Umpan walang sangit dengan menggunakan ikan yang sudah busuk, daging yang
sudah rusak, atau dengan kotoran ayam.
o Apabila serangan sudah mencapai ambang ekonomi, lakukan penyemprotan
insektisida.
o Lakukan penyemprotan pagi hari sekali atau sore hari ketika walang sangit
berada di kanopi.
f.
Penyakit Hawar Daun
Bakteri (HDB)
Penyakit HDB disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae
dengan gejala penyakit berupa bercak berwarna kuning sampai putih berawal dari
terbentuknya garis lebam berair pada bagian tepi daun. Cara pengendaliannya sebagai berikut :
o Gunakan varietas yang tahan seperti Conde dan Angke.
o Gunakan pupuk nitrogen sesuai dengan kebutuhan tanaman.
o Bersihkan tunggul-tunggul dan jerami-jerami yang terinfeksi.
o Jarak tanam jangan terlalu rapat.
o Gunakan benih atau bibit yang sehat.
|
g.
Penyakit Blast
Blast dapat menginfeksi tanaman padi pada semua stadia pertumbuhan. Gejala khas pada daun yaitu bercak berbentuk
belah ketupat, lebar ditengah dan meruncing di kedua ujungnya. Ukuran bercak kira-kira 1-1,5 cm x 0,3-0,5 cm
berkembang menjadi berwarna abu-abu pada bagian tengahnya. Bila infeksi terjadi pada ruas batang dan
leher malai (neck blast), akan merubah leher malai yang terinfeksi
menjadi kehitam-hitaman dan patah, mirip gejala beluk oleh penggerek
batang. Cara pengendaliannya adalah:
o Gunakan varietas tahan blast secara bergantian.
o Gunakan pupuk nitrogen sesuai anjuran.
o Upayakan waktu tanam yang tepat, agar waktu awal pembungaan tidak banyak
embun dan hujan terus-menerus.
o Gunakan fungisida yang berbahan aktif metil tiofanat atau fosdifen dan
kasugamisin.
o Perlakuan benih.
B. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
Padi Gogo
Secara umum komponen utama pendekatan model PTT padi gogo
adalah: (1) penggunaan varietas unggul (disarankan lebih dari satu varietas),
(2) penambahan bahan organik tanah dan tindakan konservasi tanah, (3) pemupukan
berimbang sesuai rekomendasi setempat dan waktu pemupukan yang tepat, dan (4)
sistim tanam seperti jajar legowo dan memupuk dalam larikan untuk efisiensi
pupuk.
Penggunaan Varietas Unggul
Beberapa varietas padi gogo serta ciri-cirinya dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Ciri-Ciri Varietas Unggul
Padi Gogo
Ciri-ciri/ Varietas
|
Limboto
|
Situpatenggang
|
Batutegi
|
Situbagendit
|
Umur (hari)
|
115-125
|
110-120
|
112-120
|
110- 120
|
Potensi hasil
|
6.0 t/ha GKG
|
6.0 t/ha GKG
|
6.0 t/ha
|
6.0 t/ha
|
Bentuk gabah
|
Bulat besar
|
Agak gemuk
|
Bulat sedang
|
Panjang ramping
|
Tekstur nasi
|
Sedang
|
Sedang, aromatik
|
Pulen
|
Pulen
|
Anjuran tanam
|
Cocok di tanam pada lahan kering yang subur, <500 dpl="dpl" m="m" o:p="o:p">500>
|
Lahan tipe aluvial dan podsolik, <300 dpl="dpl" m="m" o:p="o:p">300>
Lahan kering subur dan Podsolik Merah Kuning, dataran rendah s/d
ketinggian 500 m dpl
Cocok di tanam di lahan kering atau lahan sawah
Pengolahan Tanah dan Cara Tanam
Sebaiknya lakukan pengolahan tanah dua kali, pertama
dilakukan pada awal hujan saat tanah lembab dan kedua dilakukan pada saat
menjelang tanam.
Penanaman sebaiknya dilakukan bila curah hujan sudah
mulai stabil atau mencapai 60 mm/10 hari.
Hal ini biasanya terjadi antara akhir bulan Oktober sampai akhir bulan
Nopember. Sistim tanam sebaiknya dengan sistim jejer legowo dengan jarak tanam
30 x 20 x 10 cm dengan 4 – 5 butir per lubang.
Pemupukan
Kunci keberhasilan dan keberlanjutan pengelolaan lahan kering
adalah bagaimana mempertahankan atau meningkatkan kandungan bahan organik tanah
yang berfungsi menyangga air dan hara yang dibutuhkan tanaman. Karena itu pemberian bahan organik baik
berupa kompos maupun pupuk kandang menjadi keharusan di lahan kering. Pemberian bahan organik tersebut
dikombinasikan dengan pemberian pupuk N, P dan K secara berimbang yang
disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara di dalam tanah. Berikut
contoh penerapan PTT di Lampung.
Tabel 7. Penerapan PTT di Kecamatan Seputih Raman dan
Abung Selatan
Komponen Teknologi
|
Uraian
|
Varietas Unggul
Cara tanam benih
Pupuk Organik
Pupuk kimia
Cara aplikasi pupuk
Jarak tanam
|
Limboto dan Situpatenggang
Ditugal, 5 butir/lubang
Pupuk kandang/kompos
2 - 4 ton/ha
- Urea 200 kg/ha Ã
3 kali aplikasi
- SP-36 150 kg/ha
- KCl 75 kg/ha
Dalam larikan
20 x 20 cm
|
Pengendalian Hama dan Penyakit
Organisme dan pengganggu tanaman (OPT )
pada pertanaman padi gogo hampir sama dengan pertanaman padi di lahan irigasi.
Pada saat pertumbuhan vegetatif, hama yang sering menyerang adalah: lalat
bibit, penggerek batang dan hama lundi. Pada pertumbuhan lebih lanjut, hama
penggerek batang dan penggulung daun.
Bila tanaman sudah mulai keluar malai hama yang sering menyerang adalah
hama kepik hijau dan walang sangit. Penyakit utama yang sering menyerang adalah
blast yang dapat menyebabkan tanaman puso.
Adapun untuk mengurangi hama yang muncul di lapangan,
perlu melakukan monitoring yang teratur agar keberadaan hama dan penyakit sejak
dini dapat diketahui dan bila perlu dapat menggunakan pestisida yang sesuai.
PANEN DAN PASCA PANEN
Panen
Lakukan panen saat gabah telah menguning,
tetapi malai masih segar. Potong
padi dengan sabit gerigi, 30-40 cm di atas permukaan tanah. Gunakan
plastik atau terpal sebagai alas tanaman padi yang baru dipotong dan ditumpuk
sebelum dirontok. Sebaiknya panen padi dilakukan oleh kelompok pemanen dan
gabah dirontokan dengan power tresher atau pedal tresher. Apabila
panen dilakukan pada waktu pagi hari sebaiknya pada sore harinya langsung
dirontokan. Perontokan lebih dari 2 hari menyebabkan kerusakan beras.
Pasca Panen
Jemur gabah di atas lantai jemur dengan ketebalan 5-7
cm. Lakukan pembalikan setiap 2 jam
sekali. Pada musim hujan, gunakan
pengering buatan dan pertahankan suhu pengering 500C untuk gabah
konsumsi atau 420C untuk mengeringkan benih. Pengeringan dilakukan sampai kadar air gabah
mencapai 12-14% untuk gabah konsumsi dan kadar air 10-12% untuk benih. Gabah yang sudah kering dapat digiling dan
disimpan. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam penggilingan dan
penyimpanan adalah:
1.
Untuk mendapatkan beras
kualitas tinggi, perlu diperhatikan waktu panen, sanitasi (kebersihan), dan
kadar air gabah (12-14%)
2.
Simpan gabah/beras dalam
wadah yang bersih dalam lumbung/gudang, bebas hama, dan memiliki sirkulasi udara
yang baik.
3.
Simpan gabah pada kadar
air kurang 14% untuk konsumsi, dan kurang dari 13% untuk benih.
4.
Gabah yang sudah
disimpan dalam penyimpanan, jika akan digiling, dikeringkan terlebih dahulu
sampai kadar air 12-14%.
5.
Sebelum digiling, gabah yang dikeringkan
tersebut diangin-anginkan terlebih dahulu untuk menghindari butir pecah.
ANALISA USAHATANI
Padi Sawah
Analisis biaya dan pendapatan usahatani PTT padi dan teknologi petani di Kampung
Pulung Kencana dapat dilihat pada Tabel 8.
Pada Tabel 8 terlihat bahwa produksi riel gabah yang dicapai dengan
menerapkan pendekatan PTT mencapai 5.253 kg/ha, dengan pendapatan sebesar Rp.
9.980.700,-/ha selama satu musim tanam.
Produksi ini lebih tinggi 19,22% dari produksi padi dengan teknologi
petani. Hal tersebut berarti pendekatan
PTT dapat diimplementasikan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani.
Padi Gogo
Penelitian model PTT (Pengeloaan Tanaman Terpadu) padi gogo telah
dilaksanakan di Desa Rama Murti, Kecamatan Seputih Raman pada MH 2002/2003, MH
2003/2004, dan MH 2004/2005 dengan menggunakan 3 varietas, yaitu Batutegi,
Limboto, dan Situpatenggang. Hasil
analisis ekonomi secara sederhana dari penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel
9. Produksi rata-rata yang dapat dicapai
5,690 t/ha dan pendapatan sebesar Rp 5.469.700,- dengan kisaran Rp 4.807.000,-
sampai Rp 5.957.100,-. Pendapatan ini dihitung berdasarkan harga gabah pada
saat panen sebesar Rp 1.000,-/kg. dan Rp 900,-.
Nilai rata-rata B/C ratio 1,60 dengan kisaran 1,46 sampai 1,70.
Berdasarkan nilai B/C ini, keuntungan sebesar 60% selama 4 bulan pertanaman
masih mencapai bunga rata-rata 15%, berarti masih layak menurut perhitungan
bunga bank, walaupun masih menanggung risiko usahatani yang cukup banyak.
Tabel 8. Analisis biaya dan pendapatan usahatani padi sawah
di Kampung Pulung Kencana, Lampung pada MK I 2007
Uraian
|
Inbrida
|
Hibrida
|
Pola Petani
|
A. Pengeluaran
|
|||
Sarana Produksi
|
|||
- Benih
|
130.000
|
600.000
|
180.000
|
- Pupuk buatan
|
770.000
|
812.000
|
1.023.000
|
- Pupuk kandang
|
80.000
|
80.000
|
-
|
- Pestisida
|
294.000
|
294.000
|
315.000
|
Tenaga Kerja
|
|||
- Persiapan lahan
|
900.000
|
900.000
|
900.000
|
- Penyemaian
|
40.000
|
40.000
|
40.000
|
- Penanaman
|
570.000
|
570.000
|
480.000
|
- Pemupukan
|
48.000
|
48.000
|
100.000
|
- Penyemprotan
|
400.000
|
400.000
|
300.000
|
- Panen
|
852.000
|
762.000
|
661.000
|
Jml Pengeluaran
|
4.084.000
|
4.506.000
|
3.999.000
|
B. PENERIMAAN
|
|||
-
Produksi (kg)
|
5.253
|
5.080
|
4.407
|
- Harga (kg)
|
1.900
|
1.900
|
1.900
|
- Nilai Hasil (Rp)
|
9.980.700
|
9.652.000
|
8.373.300
|
R/C ratio
|
2,44
|
2,14
|
2,09
|
Tabel. 9. Analisis biaya usahatani padi Gogo di Desa Rama Murti, Lampung,
Tahun 2002-2005.
Kegiatan
|
Rata-rata
|
1.513.000
|
|
Biaya bahan
|
1.281.000
|
Biaya lain-lain
|
678.900
|
Total biaya
|
3.474.000
|
Pendapatan
berdasarkan harga gabah saat panen
|
5.469.700
|
Produksi
rata-rata GKG (t/ha)
|
5,690
|
B/C ratio
|
1,57
|
Sumber : Toha, 2008
BAHAN BACAAN
Abdurrahman, S. A.K. Makarim, I. Las dan I. Juliardi. 2006. Integrated crop
management experinces on low land rice in Indonesia. Proceeding of
International Rice of Conference 2005, September 12-14 Tabanan Bali,
Indonesia. Indonesia Centre for Rice
Research (ICRR), Indonesia Centre for
Food crops Research Development (ICFRD), Indonesia Agency for Research and
Development.
Abdurrachman S, E. Suhartatik, A. Kasno, dan D. Setyorini., 2008. Modul pemupukan
padi sawah spesifik lokasi. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. 36p
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi gogo.
Petunjuk Teknis Lapang.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah
irigasi. Petunjuk Teknis Lapang. 40 hal.
Badan Pusat Statistik. 2008. Produksi padi, jagung dan kedele. Berita Resmi Statistik No. 38/07/Th. XI:
1-10.
Barus, J., Widyantoro dan A. Sopandi. 2005. Pengembangan varietas unggul
dan galur harapan padi gogo secara partisipatif. Laporan Akhir tahun. BPTP
Lampung
Departemen Pertanian. 2008. Modul pelatihan TOT
SL-PTT padi nasional.
Djaenuddin, D., H. Marwan, H. Subagyo, A. Mulyani, dan N. Suharta.
2000. Kriteria kesesuaian lahan untuk
komoditas pertanian. PUSLITTANNAK, Badan LITBANG Pertanian, DEPTAN. Bogor .
Oldeman, L.R.. 1975. An agroclimate map of Java Contr. Centre Research
Institute of Agriculture, Bogor, Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar