TEKNGI BUDIDAYA SAPI POTONG
PENDAHULUAN
Pemenuhan kebutuhan
konsumsi daging nasional, diperoleh dari daging sapi/kerbau, kambing/domba,
babi, unggas dan ternak lainnya. Khusus untuk daging sapi dengan kontribusi
terhadap kebutuhan daging nasional sebesar 23%
dan diperkirakan akan terus
mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk, perbaikan ekonomi
masyarakat serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi
protein hewani.
Mencermati kondisi
tersebut di atas, Direktorat Jenderal Peternakan telah mencanangkan program
swasembada daging sapi 2010, dalam prediksi 90-95% kebutuhan dipasok dari dalam
negeri dan 5-10% impor dari luar negeri.
Program swasembada daging
2010, secara politik telah mendapat dukungan dari Presiden Republik Indonesia.
Untuk itu perlu ada upaya serius dan terobosan yang efektif serta dukungan yang
memadai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi, swasta,
masyarakat dan stake holder lainnya.
Sapi
potong merupakan komoditas unggulan mengingat pasar yang bagus seiring dengan
meningkatnya permintaan, populasi sapi potong yang masih terbatas untuk
memenuhi kebutuhan daging domestik sedangkan Impor daging sapi merupakan hal
yang riskan. Selain itu, fasilitas rumah potong hewan (RPH) dan pengetahuan standar mutu, hygiene dan
sanitasi rendah. Untuk itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kemampuan dan
daya saing prima dalam pengembangan sapi potong di Indonesia.
Pemelihara sapi potong bila dilakukan dengan benar akan sangat
menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan daging dan susu, tetapi juga
menghasilkan pupuk kandang dan sebagai tenaga kerja. Kotoran sapi dapat menjadi
sumber hara yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi lebih gembur
dan subur. Selain itu, semua organ tubuh sapi dapat dimanfaatkan antara lain: kulit,
sebagai bahan industri tas, sepatu, ikat pinggang, topi, jaket. Tulang, dapat
diolah menjadi bahan perekat/lem, tepung tulang dan barang kerajinan. Tanduk,
digunakan sebagai bahan kerajinan seperti: sisir, hiasan dinding dan masih banyak
manfaat sapi bagi kepentingan manusia.
Untuk mendukung program swasembada daging sapi tahun 2010, dengan perkiraan
sebesar 90-95% kebutuhan dipasok dalam negeri dan 5-10% impor dari luar negeri,
diperlukan perbaikan tatalaksana pemeliharaan sapi potong melalui inovasi
teknologi budidaya ternak sapi potong.
JENIS SAPI POTONG DI
INDONESIA
Bangsa sapi potong di Indonesia
antara lain sapi Bali, sapi Madura, sapi PO/SO, Limousin, Simmental,
Brahman Cross (BX), Angus. Diantara sapi-sapi tersebut, sapi Bali banyak
dipelihara di luar Jawa, terutama di wilayah timur Indonesia. Saat ini di Jawa
banyak dijumpai sapi hasil perkawinan antara sapi Simmental atau Limousin
dengan sapi PO melalui inseminasi buatan. Jumlah sapi persilangan ini terus
meningkat dengan berkembangnya Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) di
berbagai propinsi yang menyediakan semen sapi unggul.
Keunggulan sapi Bali antara lain jinak (mudah pemeliharaannya), tingkat
kesuburannya tinggi, dapat memanfaatkan pakan mutu rendah (daya cerna serat
baik), daya adaptasi tinggi, dapat digunakan untuk sapi potong dan kerja,
persentase karkas tinggi yakni sekitar
56-57%, kadar lemak karkas rendah (1,2%),
dan responsif terhadap perbaikan lingkungan
seperti pakan dan lain-lain.
Namun demikian, sapi Bali juga memiliki kelemahan antara lain ukuran tubuh
kecil, produksi susu rendah hanya 1-1,5
liter per hari, pertumbuhan relatif lambat, kematian pedet cukup tinggi bisa
mencapai 20-40%, dan mudah terinfeksi penyakit Jembrana atau MCF (ingusan).
Pemilihan bibit sapi Bali dengan melihat bentuk luar yaitu badannya panjang
dan dalam, bentuk tubuh segi empat berbentuk balok, garis badan atas dan bawah
sejajar, paha penuh berisi, dada lebar dan dalam, kaki besar dan kokoh serta
tampak sehat.
TEKNOLOGI BUDIDAYA
Pemeliharaan sapi potong dapat dilakukan dengan sistem gembala, sistem
dikandangkan dan kombinasi gembala dan dikandangkan.
Sistem Gembala
Biasanya ternak dilepas bebas di padang penggembalaan untuk mencari rumput.
Pakan dikonsumsi secara bebas dan tergantung pada ketersediaan rumput di
lapangan. Biasanya daya tampung untuk sistem gembala adalah 1 – 2 ekor per
hektar sehingga sistem gembala membutuhkan lahan yang luas. Saat ini
ketersediaan padang penggembalaan semakin sempit, terdesak oleh pembangunan sarana
dan prasarana jalan, perumahan, industri dan sebagainya. Pada waktu yang lalu,
padang pangonan disediakan pemerintah dan dijaga keberadaannya. Perlu
diperhatikan faktor keamanan ternak pada sistem gembala ini. Sistem ini kadang-kadang
bermasalah, karena tanpa adanya kontrol dari pemilik, ternak masuk ke kebun
petani dan merusak tanaman petani. Di beberapa tempat, khususnya di wilayah
timur, banyak petani yang terpaksa memagar tanamannya agar tidak dirusak oleh
ternak.
Perkandangan
Fungsi kandang dalam pemeliharaan sapi adalah untuk melindungi ternak dari hujan dan panas
matahari, mempermudah perawatan dan pemantauan dalam proses produksi. Ukuran kandang
dan kepadatan sesuai dengan umur ternak.
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari
jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada
satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda
penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling
bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk
jalan.
Pembuatan kandang
untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas
ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi
ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar
sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak. Lantai kandang harus
diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai
terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi.
Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.
Seluruh bagian
kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu
dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga
dataran tinggi (> 500 m).
Kandang untuk pemeliharaan sapi harus bersih dan tidak lembab. Pembuatan
kandang harus memperhatikan beberapa persyaratan pokok yang meliputi
konstruksi, letak, ukuran dan perlengkapan kandang.
1.
Konstruksi dan letak
kandang
Konstruksi
kandang sapi seperti rumah kayu. Atap kandang berbentuk kuncup dan salah
satu/kedua sisinya miring. Lantai kandang dibuat padat, lebih tinggi dari pada
tanah sekelilingnya dan agak miring kearah selokan di luar kandang. Maksudnya adalah
agar air yang tampak, termasuk kencing sapi, mudah mengalir ke luar sehingga
lantai kandang tetap kering. Bahan konstruksi kandang adalah kayu
gelondongan/papan yang berasal dari kayu yang kuat. Kandang sapi tidak boleh
tertutup rapat, tetapi agak terbuka agar sirkulasi udara dalam ruangan lancar.
Air minum harus selalu tersedia setiap saat dan tidak boleh kehabisan. Kandang
harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar
matahari harus dapat menembus pelataran kandang. Pembuatan kandang sapi dapat
dilakukan secara berkelompok di tengah sawah/ladang.
2.
Ukuran Kandang
Ukuran kandang
untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5 m x 2 m. Sedangkan untuk seekor sapi betina dewasa
adalah 1,8 m x 2 m dan untuk seekor anak sapi cukup 1,5 m x 1 m, dengan tinggi
atas + 2-2,5 m dari tanah.
3.
Perlengkapan Kandang
Tempat pakan
dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang, tetapi masih dibawah atap. Tempat
pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak
diinjak-injak/tercampur kotoran. Tempat air minum sebaiknya dibuat permanen
berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi dari pada permukaan lantai. Dengan
demikian kotoran dan air kencing tidak tercampur didalamnya. Perlengkapan lain
yang perlu disediakan adalah sapu, sikat, sekop, sabit, dan tempat untuk
memandikan sapi. Semua peralatan tersebut adalah untuk membersihkan kandang
agar sapi terhindar dari gangguan penyakit sekaligus bisa dipakai untuk
memandikan sapi.
4.
Pemeliharaan Kandang
Kotoran ditimbun di tempat lain
agar mengalami proses fermentasi (+1-2 minggu) dan berubah menjadi pupuk
kandang yang sudah matang dan baik.
Pembibitan
Syarat ternak yang harus diperhatikan adalah:
1.
Mempunyai tanda telinga,
artinya pedet tersebut telah terdaftar dan lengkap silsilahnya.
2.
Matanya tampak cerah dan
bersih.
3.
Tidak terdapat
tanda-tanda sering batuk, terganggu pernafasannya serta dari hidung tidak
keluar lendir.
4.
Kukunya tidak terasa
panas bila diraba.
5.
Tidak terlihat adanya
eksternal parasit pada kulit dan bulunya.
6.
Tidak terdapat adanya
tanda-tanda mencret pada bagian ekor dan dubur.
7.
Tidak ada tanda-tanda
kerusakan kulit dan kerontokan bulu.
8.
Pusarnya bersih dan
kering, bila masih lunak dan tidak berbulu menandakan bahwa pedet masih berumur
kurang lebih dua hari.
Pakan
Keberhasilan maupun kegagalan usaha peternakan sapi potong banyak
ditentukan oleh pakan. Pada usaha sapi potong rakyat, pakan yang diberikan pada
umumnya sesuai dengan kemampuan peternak, bukan sesuai dengan kebutuhan
ternaknya. Pasokan pakan berkualitas rendah merupakan hal yang biasa, yang
apabila terjadi terus menerus dalam waktu yang cukup lama akan berpengaruh
negatif terhadap produktivitas.
Pakan merupakan sumber energi utama
untuk pertumbuhan dan pembangkit tenaga. Makin baik mutu dan jumlah pakan yang
diberikan, makin besar tenaga yang ditimbulkan dan masih besar pula energi yang
tersimpan dalam bentuk daging.
Pemberian pakan
Pada umumnya, setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan. Sapi dalam
masa pertumbuhan, sedang menyusui, dan supaya tidak jenuh memerlukan pakan yang
memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Pemberian pakan dapat dilakukan
dengan 3 cara: yaitu penggembalaan (pasture
fattening), kereman (dry lot
fattening) dan kombinasi cara pertama dan kedua.
Penggembalaan dilakukan dengan melepas sapi-sapi di padang rumput, yang
biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai tempat penggembalaan cukup luas,
dan memerlukan waktu sekitar 5-7 jam per hari. Dengan cara ini, maka tidak memerlukan
ransum tambahan pakan penguat karena sapi telah memakan bermacam-macam jenis
rumput.
Pakan dapat diberikan dengan cara dijatah/disuguhkan yang dikenal dengan
istilah kereman. Setiap hari sapi memerlukan pakan kira-kira sebanyak 10% dari
berat badannya dan juga pakan tambahan 1-2% dari berat badan. Ransum tambahan
berupa dedak halus atau bekatul, bungkil kelapa, gaplek, ampas tahu yang
diberikan dengan cara dicampurkan dalam rumput ditempat pakan. Selain itu,
dapat ditambah mineral sebagai penguat berupa garam dapur, dan kapur. Pakan
sapi dalam bentuk campuran dengan jumlah dan perbandingan tertentu ini dikenal
dengan istilah ransum.
Pemberian pakan sapi yang terbaik adalah kombinasi antara penggembalaan dan
kereman. Menurut keadaannya, jenis hijauan dibagi menjadi 3 katagori, yaitu
hijauan segar, hijauan kering, dan silase. Macam hijauan segar adalah
rumput-rumputan, kacang-kacangan (leguminosa) dan tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik
untuk pakan sapi adalah rumput gajah, rumput raja (king grass), daun turi, daun
lamtoro.
Hijauan kering
berasal dari hijauan segar yang sengaja dikeringkan dengan tujuan agar tahan
disimpan lebih lama. Termasuk dalam hijauan kering adalah jerami padi, jerami
kacang tanah, jerami jagung, dan sebagainya, yang biasa digunakan pada musim
kemarau. Hijauan ini tergolong jenis pakan yang banyak mengandung serat kasar.
Hijauan segar dapat
diawetkan menjadi silase. Secara singkat pembuatan silase ini dapat dijelaskan
sebagai berikut: hijauan yang akan dibuat silase ditutup rapat, sehingga
terjadi proses fermentasi. Hasil dari proses inilah yang disebut silase.
Contoh-contoh silase yang telah memasyarakat antara lain silase jagung, silase
rumput, dan silase jerami padi.
Pemberian pakan tambahan berupa konsentrat disesuaikan dengan status
fisiologis ternak (kering, bunting, atau menyusui). Pada sapi induk tidak
bunting, pakan tambahan diberikan sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Sejak 2 minggu
sebelum dikawinkan hingga 4 minggu setelah dikawinkan, pakan tambahan diberikan
dalam jumlah lebih banyak (3 kg/ekor/hari). Setelah itu jumlah pakan yang
diberikan dikurangi menjadi 1 kg/ekor/hari sampai umur kebuntingan 210 hari (7
bulan). Kemudian ditingkatkan lagi menjadi 3 kg/ekor/hari hingga saat
melahirkan. Air minum disediakan dalam jumlah sekitar 50 liter/ekor/hari.
Penyakit Utama Ternak
Sapi
1.Penyakit antraks
Penyebab: Bacillus
anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau
pernafasan.
Gejala:
·
demam tinggi, badan
lemah dan gemetar;
·
gangguan
pernafasan;
·
pembengkakan
pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul;
·
kadang-kadang
darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan
vagina;
·
kotoran ternak cair dan
sering bercampur darah;
·
limpa bengkak dan
berwarna kehitaman.
Pengendalian:
vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta
mengubur/membakar sapi yang mati.
2.Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae
epizootica (AE)
Penyebab: virus ini
menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan
benda lain yang tercemar kuman AE.
Gejala:
·
rongga
mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan
bulat berisi cairan yang bening;
·
demam
atau panas, suhu badan menurun drastis;
·
nafsu makan menurun bahkan
tidak mau makan sama sekali;
·
air
liur keluar berlebihan.
Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara
terpisah.
3.
Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema
epizootica (SE)
Penyebab: bakteri
Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar
bakteri.
Gejala:
·
kulit
kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan;
·
leher, anus, dan vulva
membengkak;
·
paru-paru meradang,
selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua;
·
demam dan sulit bernafas
sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati
dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.
4.
Penyakit radang kuku
atau kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan
kotor.
Gejala:
·
mula-mula
sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh;
·
kulit
kuku mengelupas;
·
tumbuh
benjolan yang menimbulkan rasa sakit;
·
sapi
pincang dan akhirnya bisa lumpuh.
Pencegahan Penyakit
Pengendalian penyakit
sapi yang paling baik adalah dengan menjaga kesehatan sapi dengan tindakan
pencegahan. Tindakan pencegahan meliputi:
·
Menjaga kebersihan
kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi.
·
Sapi yang sakit
dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan.
·
Mengusahakan lantai
kandang selalu kering.
·
Memeriksa
kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.
PANEN DAN PASCA PANEN
Hasil utama dari
budidaya sapi potong adalah dagingnya, selain itu hasil tambahan dari budidaya
sapi potong berupa kulit dan kotorannya.
1.
Ternak sapi harus diistirahatkan
sebelum pemotongan.
2.
Ternak sapi harus
bersih, bebas dari tanah dan kotoran lain yang dapat mencemari daging.
3.
Pemotongan ternak harus
dilakukan secepat mungkin, dan rasa sakit yang diderita ternak diusahakan
sekecil mungkin dan darah harus keluar secara tuntas.
4.
Semua proses yang
digunakan harus dirancang untuk mengurangi jumlah dan jenis mikroorganisme
pencemar seminimal mungkin.
Pengulitan
Pengulitan pada sapi yang telah disembelih dapat dilakukan dengan
menggunakan pisau tumpul atau kikir agar kulit tidak rusak. Kulit sapi
dibersihkan dari daging, lemak, noda darah atau kotoran yang menempel. Jika
sudah bersih, dengan alat perentang yang dibuat dari kayu, kulit sapi dijemur
dalam keadaan terbentang. Posisi yang paling baik
untuk penjemuran dengan sinar matahari adalah dalam posisi sudut 45 derajat.
Pengeluaran Jeroan
Setelah sapi dikuliti, isi perut (visceral) atau yang sering disebut dengan
jeroan dikeluarkan dengan cara menyayat karkas (daging) pada bagian perut sapi.
Pemotongan Karkas
Akhir dari suatu peternakan sapi potong adalah menghasilkan karkas
berkualitas dan berkuantitas tinggi sehingga recahan daging yang dapat
dikonsumsipun tinggi. Seekor ternak sapi dianggap baik apabila dapat
menghasilkan karkas sebesar 59% dari bobot tubuh sapi tersebut dan akhirnya
akan diperoleh 46,50% recahan daging yang dapat dikonsumsi. Sehingga dapat
dikatakan bahwa dari seekor sapi yang dipotong tidak akan seluruhnya menjadi
karkas dan dari seluruh karkas tidak akan seluruhnya menghasilkan daging yang
dapat dikonsumsi manusia.
Karkas dibelah menjadi dua bagian yaitu karkas tubuh bagian kiri dan karkas
tubuh bagian kanan. Karkas dipotong-potong menjadi sub-bagian leher, paha
depan, paha belakang, rusuk dan punggung. Potongan tersebut dipisahkan menjadi
komponen daging, lemak, tulang dan tendon. Pemotongan karkas harus mendapat
penanganan yang baik supaya tidak cepat menjadi rusak, terutama kualitas dan
hygienitasnya. Sebab kondisi karkas dipengaruhi oleh peran mikroorganisme
selama proses pemotongan dan pengeluaran jeroan.
Daging dari karkas mempunyai beberapa golongan kualitas kelas sesuai dengan
lokasinya pada rangka tubuh. Daging kualitas pertama adalah daging di daerah
paha (round) kurang lebih 20%, nomor dua adalah daging daerah pinggang (loin),
lebih kurang 17%, nomor tiga adalah daging daerah punggung dan tulang rusuk
(rib) kurang lebih 9%, nomor empat adalah daging daerah bahu (chuck) lebih
kurang 26%, nomor lima adalah daging daerah dada (brisk) lebih kurang 5%, nomor
enam daging daerah perut (frank) lebih kurang 4%, nomor tujuh adalah daging
daerah rusuk bagian bawah sampai perut bagian bawah (plate dan suet) lebih
kurang 11%, dan nomor delapan adalah daging bagian kaki depan (foreshank) lebih
kurang 2,1%. Persentase bagian-bagian dari karkas tersebut di atas dihitung
dari berat karkas (100%). Persentase recahan karkas dihitung sebagai berikut:
Persentase recahan karkas = Jumlah berat recahan / berat karkas x 100 %
Gambaran Peluang Agribisnis
Sapi potong mempunyai potensi ekonomi yang tinggi baik sebagai ternak
potong maupun ternak bibit. Selama ini sapi potong dapat mempunyai kebutuhan
daging untuk lokal seperti rumah tangga, hotel, restauran, industri pengolahan,
perdagangan antar pulau. Pasaran utamanya adalah kota-kota besar seperti kota metropolitan Jakarta. Konsumen untuk daging di Indonesia dapat digolongkan ke dalam beberapa
segmen yaitu :
Konsumen Akhir:
Konsumen akhir, atau disebut konsumen rumah tangga adalah pembeli-pembeli
yang membeli untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan individunya. Golongan ini
mencakup porsi yang paling besar dalam konsumsi daging, diperkirakan mencapai
98% dari konsumsi total, porsinya tidak signifikan.
Konsumen Industri:
Konsumen industri
merupakan pembeli-pembeli yang menggunakan daging untuk diolah kembali menjadi
produk lain dan dijual lagi guna mendapatkan laba. Konsumen ini terutama
meliputi: hotel dan restauran dan yang jumlahnya semakin meningkat. Adapun
mengenai tata niaga daging di negara kita diatur dalam Inpres nomor 4 tahun
1985 mengenai kebijakan kelancaran arus barang untuk menunjang kegiatan
ekonomi. Di Indonesia terdapat 3 organisasi yang bertindak seperti pemasok
daging yaitu :
§
KOPPHI
(Koperasi Pemotongan Hewan Indonesia ),
yang mewakili pemasok produksi peternakan rakyat.
§
APFINDO
(Asosiasi Peternak Feedlot (penggemukan) Indonesia ), yang mewakili peternak
penggemukan
§ ASPIDI (Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia).
§ PPSKI (Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia)
Abbas Siregar dan Djarijah. 1996. Usaha Ternak Sapi. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Kohl, RL. and J.N.
Uhl. 1986, Marketing of Agricultural Products, 5 th ed, Macmillan Publishing
Co, New York .
Lokakarya Nasional Manajemen Industri Peternakan. 24 Januari 1994, Program
Magister Manajemen UGM, Yogyakarta.
Puslitbang Peternakan. 2002. Sistem
Usaha Pertanian Berwawasan Agribisnis Berbasis Peternakan. Ternak Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Bogor.
Yusni Bandini. 1997, Sapi Bali, Penebar Swadaya, Jakarta.
Teuku Nusyirwan Jacoeb dan Sayid Munandar. 1991, Petunjuk Teknis
Pemeliharaan Sapi Potong, Direktorat Bina Produksi Peternakan, Direktorat
Jenderal Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta Undang Santosa. 1995, Tata
Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi, Penebar Swadaya, Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar